Rabu, 14 Maret 2012

adverb clause


Adverbial Clause adalah Clause (anak kalimat) yang berfungsi sebagai Adverb, yakni menerangkan kata kerja.
Adverbial Clause biasanya diklasifikasikan berdasarkan “arti/maksud” dari Conjunction (kata penghubung yang mendahuluinya).
Jenis-jenis Adverbial Clause antara lain:
1. Clause of Time
Clause yang menunjukkan waktu. Biasanya dibuat dengan menggunakan conjunction (kata penghubung) seperti after, before, no sooner, while, as, dll.
Contoh:
  • Shut the door before you go out.
  • You may begin when(ever) you are ready.
  • While he was walking home, he saw an accident.
  • By the time I arrive, Alex will have left.
  • No sooner had she entered than he gave an order.
2. Clause of Place
Clause yang menunjukkan tempat. Biasanya dibuat dengan menggunakan conjunction seperti where, nowhere, anywhere, wherever, dll.
Contoh:
  • They sat down wherever they could find empty seats
  • The guard stood where he was positioned.
  • Where there is a will, there is a way.
  • Where there is poverty, there we find discontent and unrest.
  • Go where you like.
3. Clause of Contrast (or Concession)
Clause yang menunjukkan adanya pertentangan antara dua kejadian atau peristiwa yang saling berhubungan. Biasanya dibuat dengan menggunakan conjunction (kata penghubung) seperti although, though, even though, whereas, even if, in spite of, as the time, dll.
Contoh:
  • As the time you were sleeping, we were working hard.
  • Mary wanted to stop, whereas I wanted to go on.
  • Although it is late, we’ll stay a little longer.
  • He is very friendly, even if he is a clever student.
4. Clause of Manner
Clause yang menunjukkan cars bagaimana suatu pekerjaan dilakukan atau peristiwa terjadi. Biasanya dibuat dengan menggunakan conjunction (kata penghubung) seperti as, how, like, in that, dll.
Contoh:
  • He did as I told him.
  • You may finish it how you like.
  • They may beat us again, like they did in 1978.
5. Clause of Purpose and Result
Clause yang menunjukkan hubungan maksud/tujuan dan hasil. Biasanya dibuat dengan menggunakan kata penghubung seperti (in order) that, so that, in the hope that, to the end that, lest, in case, dll.
Contoh:
  • They went to the movie early (in order) to find the best seats.
  • She bought a book so (that) she could learn English
  • He is saving his money so that he may take a long vacation.
  • I am working night and day in the hope that I can finish this book soon.
6. Clause of Cause and Effect
Clause yang menunjukkan hubungan sebab dan akibat. Ada beberapa pola membentuk Clause jenis ini. Perhatikan baik-baik.
Contoh:
  • Ryan ran so fast that he broke the previous speed record.
  • It was so cold yesterday that I didn’t want to swim.
  • The soup tastes so good that everyone will ask for more.
  • The student had behaved so badly that he was dismissed from the class.
Contoh:
  • The Smiths had so many children that they formed their own baseball team.
  • I had so few job offers that it wasn’t difficult to select one.
Contoh:
  • He has invested so much money in the project that he cannot abandon it now.
  • The grass received so little water that it turned brown in the heat.
Contoh:
  • It was such a hot day that we decided to stay indoors. ATAU It was so hot a day that we decided to stay indoors.
  • It was such an interesting book that he couldn’t put it down. ATAU It was so interesting a book that he couldn’t put it down.
Contoh:
  • She has such exceptional abilities that everyone is jealous of her.
  • They are such beautiful pictures that everybody will want one.
  • Perry has had such bad luck that he’s decided not to gamble.
  • This is such difficult homework that I will never finish it.

Di samping itu, untuk mengungkapkan hubungan cause and effect (sebab dan akibat) dapat digunakan pola lain, yaitu:
1.       Menggunakan Preposition (kata depan) seperti because of, due to, due to the fact that, dll
Contoh:
  • Because of the cold weather, we stayed home. (=We stayed home because of the cold weather)
  • Due to the cold weather, we stayed home. (=We stayed home due to the cold weather)
  • Due to the fact that the weather was cold, we stayed home. (=We stayed home due to the fact that the weather was cold)
2.       Menggunakan kata penghubung (conjunction) seperti because, since, now, that, as, as long as, inasmuch as
Contoh:
  • Because he was sleepy, he went to bed.
  • Since he’s not interested in classical music, he decided not to go to the concert.
  • As she had nothing in particular to do, she called up a friend and asked her if she wanted to take in a movie.
  • Inasmuch as the two government leaders could not reach an agreement, the possibilities for peace are still remote.
3.       Menggunakan transition words seperti therefore, consequently.
Contoh:
  • Alex failed the test because he didn’t study.
  • Alex didn’t study. Therefore, he failed the test.
  • Alex didn’t study. Consequently, he failed the test.

Catatan:


Beberapa Adverb Clause dapat diubah menjadi Modifying Phrases dengan cara:
1)      Menghilangkan subjek dari dependent Clause dan verb (be).
Contoh:
a.       ADVERB CLAUSE      : While I was walking to class, I ran into an old friend.
b.       MODIFYING PHRASE : While walking to class, I ran into an old friend.
2)      Jika dalam Adverb Clause tidak ada be, hilangkanlah subjek dan ubahlah verb dalam Adverb Clause itu menjadi bentuk -ing.
Contoh:
a.       ADVERB CLAUSE      : Before I left for work, I ate breakfast.
b.       MODIFYING PHRASE : Before leaving for work, I ate breakfast.
Adverb Clause dapat diubah menjadi Modifying Phrase jika subjek dari adverb Clause dan subjek dari main Clause sama.
Contoh:
1. DAPAT DIRUBAH
  • While I was sitting in class, I fell asleep MENJADI While sitting in class, I fell asleep.
  • While Ann was sitting in class, she fell asleep MENJADI While sitting in class, Ann fell asleep.
  • Since Mary came to this country, she has made many friends MENJADI Since coming to this country, Mary has made many friends.
2. TIDAK DAPAT DIRUBAH
  • While the teacher was lecturing to the class, I fell asleep.
  • While we were walking home, a frog hopped across the road in front of us.
7. Clause of Condition
Clause yang menunjukkan adanya persyaratan antara dua kejadian (peristiwa) yang berhubungan. Biasanya dibuat dengan menggunakan conjunctions seperti if, even if, unless, in the even that, or in even that, in case, provided (that), providing (that), on condition that, if only, suppose (that), supposing (that), dll.
Contoh:
  • If I see him, I will invite him to the party tomorrow.
  • She would forgive her husband everything, if only he would come back to her.
  • Suppose (that) your house burns down, do you have enough insurance to cover such a loss.
  • In case a robbery occurs in the hotel, the management must be notified at once.
  • The company will agree to arbitration on condition (that) the strike is called off at once.
  • We should be able to do the job for you quickly, provided (that) you give us all the necessary information

Sabtu, 10 Maret 2012

Efek Pencemaran Udara

Salah satu banyaknya polusi yang terjadi diakibatkan oleh udara yang tercemar yang berasal dari baik itu pembuagan akhir asap kendaraan bermotor yang kurang sehat atau pun pembuangan asap dari kegiatan indurstri.
Hal ini tentunya menimbulkan efek efek pencemaran udara pada kehidupan manusia dapat dibagi menjadi efek umum, efek terhadap ekosistem, efek terhadap kesehatan, efek terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan, efek terhadap cuaca dan iklim, dan efek terhadap sosial-ekonomi.
Efek Umum
Efek umum pencemaran udara terhadap kehidupan manusia, antara lain:
Meningkatkan angka kesakitan dan kematian pada manusia, flora, dan fauna.
Memengaruhi kuantitas dan kualitas sinar matahari yang sampai ke per­mukaan bumi dan memengaruhi proses fotosintesis tumbuhan.
Memengaruhi dan mengubah iklim akibat terjadinya peningkatan kadar CO2 di udara. Kondisi ini cenderung menahan panas tetap berada di lapisan bawah atmosfer sehingga terjadi efek rumah kaca (green house effect).
Pencemaran udara dapat merusak cat, karet, dan bersifat korosif terhadap benda yang terbuat dari logam.
Meningkatkan biaya perawatan bangunan, monumen, jembatan, dan lainnya.
Mengganggu penglihatan dan dapat meningkatkan angka kasus kecelakaan lalulintas di darat, sungai, maupun udara.
Menyebabkan wama kain dan pakaian menjadi cepat buram dan bernoda.
Efek terhadap Ekosistem
Industri yang mempergunakan batubara sebagai sumber energinya akan me­lepaskan zat oksida sul fat ke dalam udara sebagai sisa pembakaran batubara. Zat tersebut akan bereaksi dengan air hujan membentuk asam sulfat sehingga air hujan menjadi asam (acid rain). Apabila keadaan ini berlangsung cukup lama, akan terjadi perubahan pada ekosistem perairan danau. Akibatnya, pH air danau akan menjadi asam, produksi ikan menurun, dan secara tidak langsung pendapatan rakyat setempat pun menurun.
Efek terhadap Kesehatan
Efek pencemaran udara terhadap kesehatan manusia dapat terlihat baik secara cepat maupun lambat, seperti berikut.
a. Efek cepat
Hasil studi epidemiologi mcnunjukkan bahwa peningkatan mendadak kasus pencemaran udara juga akan meningkatkan angka kasus kesakitan dan kematian akibat penyakit saluran pemapasan. Pada situasi tertentu, gas CO
Gas Sulfur Dloksida
Gas sulfur oksida merupakan gas pencemar di udara yang konsentrasinya paling tinggi di daerah kawasan industri dan daerah perkotaan. Gas ini dihasilkan dari sisa pembakaran batubara dan bahan bakar minyak. Di dalam setiap survei pencemaran udara, gas ini selalu diperiksa.
Indeks Asap
Berikut cara penggunaan indeks asap (smoke atau selling index): Sampel udara disaring dengan sejenis kertas (paper tape) dan diukur densitasnya dengan alat fotoelektrik meter. Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan Coh Units per 1000 linear feet dari sampel udara. Indeks asap ini sangat bervariasi dari hari ke hari dan bergantung pada perubahan iklim.
Partikel Debu
Partikel-partikel berupa debu dan arang dari hasil pembakaran sampah dan industri merupakan salah satu indikator yang dipergunakan untuk mengukur derajat pencemaran udara. Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan miligram atau mikrogram partikel per meter kubik udara.
Parameter Lain untuk Indikator Pencemaran Udara
Berikut beberapa parameter lain yang dapat digunakan untuk menentukan derajat pencemaran udara yang terjadi.
1. Karbon monoksida
Karbon monoksida dapat juga dipakai sebagai parameter untuk indikator pencemaran udara, terutama yang diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar minyak oleh kendaraan bermotor.
2. Oksidan (03)
Oksidan, misalnya saja ozon (03), dihasilkan akibat kerja sinar matahari terhadap asap pembuangan kendaraan bermotor di kota-kota besar.
3. Nitrogen dioksida
Nitrogen dioksida merupakan gas yang dihasilkan baik akibat kegiatan manusia maupun akibat proses alam semacam aktivitas gunung berapi. Gas ini dapat dipakai sebagai indikator pencemaran udara.
4. Timah hitam atau timbal
Sering dipakai sebagai bahan untuk menambah kekuatan dan kecepatan mobil dan biasanya ditambah ke dalam bahan bakar bensin.

Udara pada lingkungan tercemar oleh zat-zat polutan sehingga tidak bersih lagi dan merupakan gangguan bagi makhluk hidup/manusia sekitarnya. Dengan kemajuan teknologi pada masa kini, polusi udara telah menimbulkan banyak kekhawatiran terutama di daera daerah industri.
Penyebab polusi udara dapat terjadi akibat dari, yaitu;
1. Kendaraan bermotor
Semua kendaraan bermotor yang memakai bensi dan solar akan mengeluarkan gas CO, Nitrogen Oksida, blerang dioksida dan partikel-partikel lain dan sisa pembakarannya. Unsur-unsur ini bila mencapai kuantum tertentu dapat merupakan racun bagi manusia atau hewan. Sebagai contoh gas CO merupakan racun bagi fugnsi-fungsi darah, SO2 dapat menimbulkan penyakit sistem pernapasan.
2. Pabrik Pabrik industri
Bagi pabrik industri yang di antara bahan bakunya banyak menggunakan zat-zat kimia organik maupun anorganik. Sebagai hasi pengelolaannya selai menghasilkan produk-produk yang berguna bagi kepentingan hidup manusia juga dikeluarkan produk-produk yang tidak berguna malahan dapat berupa racun. Produk-produk yang tidak berguna ini jelas akan dibuang dan bisa merusak lingkungan, berupa gangguan pada kehidupan dan kelestarian lingkugan bila tanpa pengendalian.
Berbagai bentuk penyakit akan timbul pada masyarakat di sekitar pabrik atau pada pekerja sendiri akibat masuknya zat-zat buangan ini ke dalam tubuh. Misal dengan timbulnyaapa yang disebut penyakit Pneumokoniosis, yaitu segolongan penyakit yang disebabkan oleh penimbunan debu-debu dalam paru-paru.
Untuk menentukan apakah orang tersebut terserang penyakit paru-paru akibat penimbunan debu dalam paru-paru, tidak mudah kalau hanya berdasarkan kelainan-kelainan yang terjadi pada tubuh. Harus ada riwayat pekerjaan atau lingkungan tempat tinggal ang selalu mereka gunakan atau sering berurusan dengan debu-debu yang membahayakan misalnya pernah bekerja atau pernah tinggal di sekitar petambangan, di pabrik keramik dan lain-lain.
Kelainan yang terjadi pad atubuh bergantung pada banyaknya debu yang timbul dalam paru-paru, makin luas bagian paru yang terkena makin hebatlah gejala-gejalanya, walaupun hal itu tidak selalu benar. Gejala yang timbul, antara lain batuk-batuk kering, sesak napas, kelelahan umum, berat badan yang turun, banyak berdahak dan lain-lain.
Untuk pengobatan secara khusus terhadap penyakit ini boleh dikatakan tidak ada. Pemberian obat-obatan umumnya hanya ditujukan untuk mengurangi penderitaan dan gejala-gejala yang timbul. Satu-satunya tindakan adalah yang bersangkutan tidak lagi mengisap debu berbahaya tadi.
Dengan demikian pencegahan merupakan hal yang perlu diutamakan. Biaya pencegahan relatif tidak seberapa bila dibandingkan dengna akibat penyakit ini.

Racun hama boleh dikatakan tidak ada antidotumnya, maka pencegahan merupakan hal yang peting untuk menghidarkan terjadinya pencemaran oleh racun ini.
Yang perlu diperhatikan dalam penggunaan racun ini adalah:
1. Penyimpanan racun
Racun hendaknya disimpan dalam wadah-wadah yang diberi tanda dan tertutup serta dalam lemari yang terkunci
jagnan meletakkan racun dekta makanan;
tempatbekas racun harus dibakar
jangan menimpan racun di botol atau tempat-tempat yang bisa dipakai untuk tempat makanan
2. Pemakaian alat pelindung
memakai masker waktu menyemprot.
memakai pakaian pelindung lainnya seperti sarung tangan, kacamata, selama bekerja dengan racun
3. Cara pencegahan lainnya
menyemprot searah dengan arah angin
waktu kerja jangan lebih dari 4-5 jam
mandi. bersihkan diri setelah menyemprot hama
alat penyemprot harus memenuhi syart untuk keselamatan kerja
pemeriksaan kesehatan secara berkala oleh para petugas kesehatan

Rabu, 04 Januari 2012

ayah


Canda mu  selalu terkenang
Rautan senyum mu selalu teringat di pikiran ku
Dan cinta mu takkan pudar untukku
Ayah…
andai kau bisa kembali untukku
Aku akan berjanji  akan membuat mu selalu bahagia
Dan selalu tersenyum untukku
Ayah…
Aku begitu berharap semua seperti mimpi
Mimpi buruk yang membuatku ingin cepat-cepat terbangun
Mimpi yang tak pernah ku harapkan
Ayah…
Kenapa begitu cepat kau meninggal kan ku
Padahal aku masih ingin selalu disisi mu
Selalu ingin dipelukkan mu
Tapi mengapa takdir memisahkan kita?
Sehingga air mata tak kuasa ku pendam
Rasa penyesalan selalu datang
Karena aku belum bisa bahagiakan mu ayah…

diri mu begitu indahnya

Begitu sempurna dirimu
Begitu sangat indah dimataku
Kau menyejukkan hatiku

Membuat segala sesutu terasa nyaman
Hanya sekali aku merasakannya
Yaitu hanya bersama mu

Andaikan kau mau tahu
Aku sangat senang berada disisimu
Begitu ingin ku mengungkapnya
Namun ketakutan ini selalu ada

Kapan aku harus terus menunggu
Sementara diriku tak kuat menahannya
Cintamu sangat berarti untukku
Sampai entah aku harus menganggap mu apa

Entah teman atau lebih dari itu aku menganggapnya
Karna kau terlalu berharga bagi ku…

resensi novel karya NH.Dini


resensi novel angkatan ' 66
IDENTITAS NOVEL
Judul : Pada sebuah Kapal
Karangan : NH. Dini
Cetakan : Kedua, Tahun 1988
Tebal : 350 halaman


A. Sinopsis novel “Pada Sebuah Kapal”

Sri dilahirkan dari keluarga sederhana yang sangat menyenangi seni. Ayahnya adalah seorang pelukis. Sejak kecil, dia dimasukkan ke sekolah tari. Sri adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Mereka hidup dengan rukun di sebuah desa kecil yang terdapat di Semarang.
Saat umurnya tiga belas tahun, ayahnya meninggal dan setelah selesai sekolah menengah atas, Sri bekerja sebagai penyiar radio yang terdapat di kotanya.selama tiga tahun menjadi penyiar radio, ia mulai merasa jenuh dengan pekerjaannya. Sri mencoba mengikuti pendidikan pramugari yang ada di kota tersebut dan akhirnya mendapat kesempatan untuk diuji di Jakarta. Tapi sayang, ia tidak lulus menjadi pramugari disebabkan adanya penyakit yang terdapat di dalam paru – parunya. Setelah berobat, Sri harus istirahat selama tiga bulan dan ia memilih sebuah desa di Salatiga untuk menyembuhkan penyakitnya.
Setelah sembuh, Sri mencoba untuk hidup di Jakarta walaupun tidak menjadi pramugari. Ia yakin dengan bakat yang dimilikinya ia dapat hidup di Jakarta. Ia tinggal di rumah pamannya yang sebelumnya ditempati oleh kakaknya, Sutopo yang telah lebih dulu ke Jakarta. Kini Sutopo telah mempunyai rumah di Jakarta.
Di Jakarta ia bekerja sebagai penyiar radio dan penari untuk acara – acara istana. Di gedung latihan itu, Sri menyukai seorang laki – laki. Namanya Basir. Tapi perasaannya bertepuk sebelah tangan. Di sisi lain, Yus sangat mencintainya dan ingin menikah dengannya. Tapi Sri tidak begitu menyukai Yus, karena komunis. Selain itu ada Narti, teman kecil Sri waktu sekolah dasar yang sekarang menjadi pramugari. Narti sering main ke rumah paman Sri untuk mengunjunginya. Narti memperkenalkan kedua teman yang bekerja di angkatan udara kepada Sri, mereka bernama Saputro dan Mokar.
Pertemanan Sri dan Suparto awalnya biasa – biasa saja. Seperti biasanya, sikap Saputro sangat lembut dan perhatian. Dari sikapnya itu, Sri mulai jatuh hati dengan sosok Saputro. Kedekatan antara Sri dengan Saputro semakin dekat setelah mereka bertemu di acara Malam Kesenian Kongres Pemuda se-Asia. Dari pertemuan itulah, keduanya yakin kalau mereka saling mencintai. Saputro memiliki jadwal penerbangan yang tidak menentu sehingga kedatangannya tidak dapat diperkirakan oleh Sri. Setelah Saputro selesai mengikuti pendidikan di Cekoslovakia, mereka memutuskan untuk tunangan dan segera menikah. Setelah kembali dari Cekoslovakia, Saputro menemui Sri dan memberikan sebuah cincin sebagai tanda pengikat diantara mereka. Malam itu pun mereka habiskan bersama.
Seperti biasanya Saputro harus melakukan penerbangan dengan jadwal yang tidak dapat dipastikan. Walaupun jarak yang jauh, mereka telah menyiapkan segala sesuatu untuk pernikahan. Tapi kebahagiaan yang sebentar lagi akan diraih oleh Sri harus bergantikan air mata, karena Saputro tewas saat penerbangan dari Bandung menuju Jakarta karena cuaca yang buruk.
Kabar ini sangat melukai hati Sri. Dia seperti tidak memiliki semangat hidup, dan dia memutuskan untuk menenangkan diri. Dalam kesedihannya, Carl selalu menghibur Sri. Carl adalah teman Sutopo yang sebenarnya dia juga mencintai Sri. Namun ada satu hal yang tidak disukai Sri dari Carl, dia terlalu sombong dengan kekayaan yang dimiliki olehnya walaupun sikapnya baik terhadap Sri.
Sepuluh bulan setelah wafatnya Sutopo, Sri memutuskan akan menikah dengan Charles yang berkebangsaan Perancis. Charles adalah seorang diplomat yang sangat tertarik dengan kebudayaan. Keputusannya untuk menikah dengan Charles ditentang oleh keluarga, terutama Sutopo. Kakaknya itu tidak setuju kalau Sri menikah dengan Charles. Sutopo yakin Sri tidak akan bahagia menikah dengan Charles karena Sri belum begitu mengenal Charles. Namun Sri tidak peduli dengan nasehat keluarga. Ia tetap menikah dengan Charles dan kewarganegaraannya menjadi Perancis. Setelah menikah, mereka bermukim di Kobe, Jepang. Kehidupan rumah tangga Sri tidak bahagia, Charles yang pada awalnya baik, perhatian sebelum menikah, kini berubah menjadi seorang yang pemarah, pelit, dan suka membentak – bentak. Sri yang sejak awal tidak mencintai Charles, menjadi semakin benci karena sikap yang ditunjukan Charles. Dari Charles, Sri melahirkan seorang anak perempuan.
Pada kesempatan liburan, Charles mengajak anak dan istrinya untuk melakukan perjalanan ke beberapa Negara. Setelah dari Indonesia, mereka berangkat ke Saigon. Di sana Charles Menyuruh kepada istrinya untuk melakukan perjalanan dengan kapal. Sementara dirinya akan mengunjungi beberapa Negara yang akan dikunjunginya. Sri tidak keberatan melakukan perjalanan dengan kapal berdua dengan anaknya yang masih berumur dua tahun. Karena dia tidak pernah mengharapkan suaminya yang pemarah itu. Hanya kewajibanlah yang mengikat Sri untuk setia terhadap suaminya.
Perjalanan dari Saigon menuju Marseille membutuhkan waktu yang lumayan lama, sekitar tiga bulan. Di kapal itulah Sri bertemu dengan Michel, seorang komandan kapal yang juga kecewa dengan istrinya. Sejak pertama melihatnya, Sri sudah tertarik karena sikapnya dan pada beberapa kesempatan, mereka bertemu. hubungan antara Sri dengan Michel semakin dekat setelah acara pesta dansa. Sejak itu mereka sering bertemu dan cinta pun tumbuh diantara mereka berdua. Awalnya Sri berpikir untuk selalu setia terhadap suaminya yang tidak pernah dicintainya, tapi Sri juga berhak untuk mendapatkan kebahagiaan. Dia sangat mencintai Michel, dan Michel pun demikian. Sosok Michel mengingatkan Sri pada cintanya yang telah hilang. Selama perjalanan itulah dia menemukan kebahagiaan yang selama ini tidak pernah dirasakan olehnya.
Setelah sampai di Marseille, Charles sudah menunggunya dan Sri pun harus berpisah dengan kekasihnya Michel. Setelah pekerjaan suaminya selesai, mereka kembali ke Kobe. Kehidupan Sri berjalan seperti biasanya. Setelah sekian lama tidak bertemu, akhirnya Michel mengabarkanakan lewat telegram bahwa dia akan ke Yokohama. Sri sangat gembira mendengar kabar ini. Akhirnya Michel dan Sri bertemu, mereka saling mencintai dan pada kesempatan – kesempatan yang jarang itu mereka selalu menghabiskan waktu bersama. Sri dan Michel menyadari akan keterikatan mereka terhadap pernikahan yang mereka jalani dengan pasangan masing – masing. Namun keadaan itu tidak menghalangi cinta keduanya. Sri sadar akan kehidupan Michel, dan dia akan selalu mencintai Michel.




B. Unsur Intrinsik novel “Pada Sebuah Kapal”

1. Tema
Perselingkuhan yang disebabkan oleh ketidakharmonisan dalam rumah tangga dan ketegaran dalam menghadapi semua masalah yang dihadapi dalam hidup.
2. Latar atau Setting
a. Semarang
b. Jakarta
c. Kobe, Jepang
d. Kapal
e. Perancis
f. Yokohama
3. Alur atau Plot
a. Tahapan Permulaan
Sri dibesarkan dalam keluarga yang kental dengan darah seniman. Dia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Seperti kakak – kakaknya, dia dimasukkan ke sekolah tari oleh ayahnya. Saat umurnya tiga belas tahun, ayahnya meninggal. Setelah selesai dari sekolah menengah atas, Sri bekerja sebagai penyiar radio yang ada di kotanya, Semarang. Tiga tahun menjadi penyiar radio, Sri mulai merasa jenuh. Dia mencoba mengikuti pendidikan pramugari dan akhirnya mendapat kesempatan untuk diuji di Jakarta. Sri mengikuti berbagai macam tes. Hasil tes dapat diketahui beberapa bulan kemudian. Berdasarkan hasil tes yang diterima, Sri mengidap penyakit paru – paru, sehingga dia tidak diterima menjadi pramugari. Sri melakukan pengobatan dan istirahat total dari pekerjaannya selama dua bulan. Dia memilih tinggal di Salatiga untuk menyembuhkan lubang yang terdapat di paru – parunya. Setelah sembuh, Sri memutuskan pergi ke Jakarta. Dia tinggal di rumah pamannya yang dulu ditempati Sutopo, kakaknya yang telah lebih dulu ke Jakarta. Sekarang Sutopo memiliki rumah sendiri di Jakarta.
b. Tahapan Pertikaian
Selain bekerja sebagai penyiar radio, Sri menjadi penari untuk menari di istana pada perayaan – perayaan tertentu. Rekan – rekan kerjanya, sebagian tidak menyukai Sri, namun Sri tetap sopan terhadap mereka dan bersabar menghadapi semuanya. Di Jakarta, Sri bertemu dengan teman kecilnya waktu sekolah dasar, namanya Narti. Sekarang Narti bekerja sebagai pramugari. Dia sering menemui Sri untuk sekedar makan atau nonton film. Dari Narti, Sri mengenal Mokar dan Saputro yang merupakan pilot angkatan udara. Selain itu, Carl seorang warga negara asing, kawan Sutopo, dan Charles yang berkebangsaan Perancis yang sangat tertarik dengan kebudayaan. Setelah beberapa lama tinggal di Jakarta, Ibu Sri meninggal.
c. Tahapan Perumitan
Sri bertemu lagi dengan Saputro pada Malam Kesenian Pemuda se- Asia. Pada saat itu Sri merasakan ada yang berbeda dalam dirinya, begitu melihat sikap Saputro yang seperti mencintanya. Padahal sebelum – sebelumnya mereka sering pergi bersama tapi bersama Narti dan Mokar. Sejak malam itu, keduanya semakin dekat dan menjalin kasih. Setelah merasa cukup, mereka memutuskan akan tunangan dan segera menikah setelah Saputro selesai mengikuti pendidikan di Cekoslovakia. Namun impian yang telah dirancang itu harus terkubur dalam – dalam, karena Saputro tewas saat penerbangan Bandung – Jakarta. Hati Sri hancur mendengar kabar buruk itu, Sri tenggelam dalam kesedihan. Di saat yang sulit – sulit itu, Carl selalu menghibur Sri, karena dari awal dia juga sudah menyukai Sri. Namun Sri menolak cinta Carl. Setelah sepuluh bulan kematian tunangannya, Sri memutuskan untuk menikah dengan Charles. Walaupun sebenarnya, dia idak mencintai Charles. Keputusan Sri untuk menikah dengan Charles tidak disetujui oleh keluarga, terutama kakaknya. Sutopo yakin kalau adiknya tidak akan bahagia jika menikah dengan Charles, karena Sri belum terlalu mengenal Charles dengan baik. Namun Sri keras kepala, Dia tetap menikah dengan Charles
d. Tahapan Puncak ( klimaks)
Setelah menikah dengan Charles, kewarganegaraan Sri berubah menjadi Perancis mengikuti suaminya. Mereka menetap di Kobe-Japang. Pernikahan Sri dengan Charles tidak bahagia, walaupun Charles selalu bilang mencintainya. Setelah menikah, sikap Charles berubah. Charles tidak lagi seperti yang dikenal Sri sebelum menikah. Sekarang Charles suka marah – marah dan membentak Sri. Sikap ini membuat Sri semakin membenci Charles. Dari Charles, Sri melahirkan anak perempuan. Saat umur anaknya dua tahun, Charles mengajak istrinya berkunjung ke beberapa Negara. Setelah satu bulan berada di Indonesia, mereka terbang ke Saigon. Disana Charles meminta istri dan anaknya untuk melakukan perjalanan dengan kapal, sedangkan dirinya akan mengunjungi Negara – Negara yang ingin dikunjunginya.di kapal itulah Sri menemukan kebahagiaan yang selama ini telah hilang.
Dalam perjalanan dari Saigon menuju Marseille, Sri bertemu dengan seorang komandan kapal bernama Michel Dubanton. Sikap yang ditunjukkannya membuat Sri jatuh hati pada komandan tersebut. Dalam beberapa kesempatan, mereka bertemu dan mulai mengenal satu sama lain. Sri yang tidak bahagia dengan pernikahannya dengan Charles, dan Michel yang kecewa dengan istrinya Nicole, mencoba mencari kebahagiaan di luar pernikahannya. Perjalanan dari Saigon menuju Marseille merupakan hal ang sangat membahagiakan bagi Sri, walaupun dia tahu menghianati suaminya merupakan suatu kesalahan, tapi dia tidak menyesalinya.
e. Tahapan Peleraian
Setelah perjalanan berakhir, Sri dan Michel harus berpisah. Sri sangat sedih, dia menangis karena perpisahan mengingatkan dirinya akan seseorang yang telah meninggalkannya. Setelah urusan suaminya selesai, mereka kembali ke Kobe. Kehidupan Sri kembali seperti semula rumah tangganya dilalui dengan pertengkaran – pertengkaran. Sampai – sampai Sri memutuskan meminta cerai kepada suaminya dengan alasan sudah tidak mencintainya lagi. Tapi Charles menolak dengan alasan anak. Setelah beberapa lama tidak bertemu, Michel mengabarkan akan ke Yokohama dan kesempatan itu tidak disia – siakan oleh mereka.
f. Tahapan Akhir
Sri menyadari bahwa dia dan Michel terikat oleh pasangan masing – masing. Apalagi Michel adalah seorang pelaut ang sering jauh darikeluarga, di pasti sering bertemu dengan perempuan – perempuan dari berbagai negara yang mungkin saja menarik hatinya. Walaupun Michel harus mengkhianati cintanya, tapi Sri akan selalu mencintai Michel.
4. Sudut Pandang
Orang pertama. Karena dalam cerita, pengarang bertindak sebagai tokoh utama.
5. Penokohan
a. Sri : penuh semangat, tegar, keras kepala, sabar.
b. Michel : sabar, penyayang.
c. Saputro : sabar, penyayang.
d. Charles : pemarah, pelit, egois.
e. Sutopo : perhatian, suka menasehati.
f. Carl : baik hati, sedikit sombong.
6. Gaya Penulisan
Novel “Pada Sebuah Kapal” tidak jauh berbeda dengan novel – novel karya NH. Dini yang lainnya. Namun novel ini bukan merupakan kisah nyata yang dialami NH. Dini, walaupun menggunakan sudut pandang orang pertama dan seting tempat serta tokoh – tokoh yang diceritakan di dalam novel ini berkaitan dengan kehidupan NH. Dini. Dalam penulisannya, banyak terdapat gaya bahasa seperti personifikasi, hiperbola, dan simile.
7. Amanat
Manusia harus selalu sabar dalam menghdapi semua masalah kehidupan, harus mau menerima nasihat dari orang – orang terdekat, dan harus bertanggung jawab dengan langkah yang telah diambil.





Kutipan novel “Pada Sebuah Kapal”

*****
Malam itu aku seperti menandatangani suatu perjanjian. Waktu aku mengawininya, aku tahu bahwa aku tidak mencintainya. Tetapi aku berkata kepada diriku sendiri untuk mencintainya, aku kawin dengan dia karena aku suka padanya, dan karena aku takut. Aku sadar akan kehilanganku. Pemuda – pemuda di negeriku menganggap seorang wanita yang telah kehilngan kesuciannya sebagai sesuatu yang rendah. Aku tahu bahwa kawan – kawan Saputro mengetahui hubungan kami. Sebentar Nyoman nampak semakin mendekatiku. Beberapa kali dia membayangkan perhatiannya terhadapku. Tetapi aku tidak mau merubah rencana hidupnya. Apalagi karena aku tahu bahwa dia merasa tersiksa oleh kematian kawannya itu. Seolah tanggungjawabnyalah untuk memberiku kehidupan yang telah ku idamkan bersama Saputro. Mungkin Nyoman benar – benar mencintaiku. Tapi apakah arti perkataan “mungkin” bagiku sedangkan di lain pihak aku tahu benar bahwa Charles tidak dapat menunggu keputusanku untuk berangkat ke Jepang. Dan itulah sebabnya aku kawin dengan dia. Dia tidak kaya seperti Carl. Tapi darinya aku lebih berani mengharapkan kesetiaan daripada Carl. ( halaman 123)

Kadang – kadang aku berpikir apakah yang ku dapat dari perkawinan? Ataukah itu disebabkan oleh perkawinan campuran? Ataukah itu disebabkan oleh nasibku? Benarkah seperti kata Sutopo bahwa aku tidak cukup mengenal orang yang ku kawin? Tapi aku telah membacai surat – suratnya. Kini aku mengerti bahwa pikiran orang di surat sama sekali tidak bisa ditandai sebagai cerminan watak. Dan apakah sebenarnya yang ku ketahui dari Charles sebelum perkawinan? Pikiranku terlalu kalut ketika aku sadar bahwa Saputro meninggal dan tetap meninggal untuk tidak akan muncul kembali. ( halaman 124)
Anakku hampir berumur dua tahun. Dinas suamiku di negeri ini belum selesai. Tetapi dia diperbolehkan mengambil libur panjang, karena dia akan tinggal di tempat yang sama selama dua tahun lagi yang berarti setahun lebih lama daripada waktu dinas yang biasa. Rencananya amat berliku – liku. Kami akan bersama – sama menuju Indonesia dan tinggal di sana selama satu bulan. Dari sana kami ke Saigon, di mana Charles akan melepaskan kami, anakku dan aku, dengan sebuah kapal. Dia akan meneruskan perjalanan dengan pesawat terbang, melalui kota – kota di India yang telah lama ingin dikunjunginya. ( halaman 147)

Aku tidak berkeberatan mengadakan perjalanan seorang diri. Tetapi cara suamiku melepaskan kami hanya untuk bersenang – senang, ini tidak ku setujui. Beberapa kawan orang Perancis berkata bahwa tidak seharusnya membiarkan suamiku leluasa seorang diri. Aku dengan tenang menjawab bahwa aku mempercayai Charles. Yang mengkhawatirkanku hanyalah kemungkinan ada kecelakaan, akan garis nasib yang tidak bias kita ketahui. Tiba – tiba aku menjadi cemas akan hal ini. Dengan ragu – ragu aku mengatakannya kepada Charles.
“ Kau terpengaruh oleh omongan orang – orang Perancis itu.”
Tidak, tentu saja ini tidak benar. Tetapi aku berpikir seketika bahwa Charles akan tersinggung kalau mengetahui bahwa orang – orang itu bias mempengaruhiku, lebih daripada dia sendiri bisa menyuapkan pendapatnya kepdaku.
“Mereka memberiku pikiran untuk ku pertimbangkan. Aku memutuskan bahwa kau lebih baik tidak mengadakan perjalanan ke India kali ini. Kita akan ke sana bersama – sama.”
“Bersama – sama? Dengan anak kita? Kau akan membawanya di bawah panas terik matahari ke tempat – tempat yang liar semacam itu? Tidak!” katanya dengan tegas. “Aku akan berangkat sendiri.”
“Dia akan berumur tiga bulan lebih tua kalau kita kembali dari Eropa. Kita akan lebih leluasa mengajaknya kemana – mana.”
“Aku akan lebih leluasa bepergian sendiri,” katanya memutuskan bicaraku. ( halaman 147)
Dengan sedih aku memandang ke luar. Aku tidak pernah lagi memandangi wajahnya . bagiku segala yang membikinku sakit terkumpul di sana.
“Aku sudah memutuskan untuk pergi seorang diri, dan akan tetap terjadi demikian,” katanya lagi.
“Aku juga mempunyai keputusan,” kataku perlahan. “Kalau terjadi apa – apa dengan dirimu aku tidak akan menangisimu. Aku juga tidak akan mau bersusah payah langkahku terhambat oleh seorang anak kecil yang lahir dari kau. Dia akan ku berikan pada sebuah rumah penitipan anak – anak. Aku tidak mau membawanya bersamaku.”
Sebentar dia tidak bersuara seolah tidak mengerti apa maksudku.
“Bagaimana?” akhirnya dia bertanya.
“Kalau kau mati dalam perjalanan itu, anak kita akan ku masukkan ke rumah sosial.”
“Kau tidak bersungguh – sungguh. Kau gila!” serunya. Matanya melotot menatapku.
“Aku mengatakan apa yang ku pikir.”
“Aku tidak percaya!” dan dia memaksa merendahkan suaranya.
“Kau seorang ibu, hanya dari kaulah anakmu akan mendapatkan cinta yang sebenarnya. Aku tidak percaya.”
“Aku tidak peduli kau percaya atau tidak. Bagiku anakku merupakan penghambat yang besar kalau aku harus bekrja mencari nafkah di Eropa. Aku bukan lagi warga negara Indonesia dan aku tidak mau kembali ke negeriku untuk bekerja. Aku akan memilih negeriku yang kedua. Kau selalu berkata bahwa aku tidak akan bisa mengerjakan sesuatu pun di negerimu. Tetapi aku akan mencoba dan aku akan membuktikan bahwa aku juga sanggup mencari kehidupan di negeri itu sebagaimana orang – orang di sana.”
Dengan keheranan dia memandang kepadaku. Seolah mengukur tubuhku, melihat seekor binatang mengerikan yang baru kali itu dilihatnya. Tiba – tiba dia terduduk, menutup mukanya dengan kedua tangan.
“Tidak, aku tidak percaya. Perempuan apakah yang telah ku kawini ini?” setengah berbisik aku mendengar kata – katanya. ( halaman 148)

Sikapnya yang cengeng itu menggelikanku.
“Aku juga berpikir laki – laki apakah yang telah ku kawini ini? Dia terlalu lama bersendiri, terlalu mau memerintah, dan selalu mau menang sendiri!” kataku dengan suara ejekan yang tidak bias ku tahan lagi. “Aku mau supaya kita benar – benar memikirkan perceraian kali ini. Sesampai di Eropa aku akan tinggal sendiri. Kau bawa anakmu kalau kau mau, aku tidak membutuhkannya.”
Dan ku tinggalkan dia dengan segala pemikirannya kalau memang dia mau memikirkan sedikit mengenai hal kami berdu. Aku sudah terlalu kenyang akan sikapnya yang serba mau senang sendiri. Laki – laki itu bagiku tidak lain hanyalah sebuah onggokan daging yang sama sekali tidak menarik mataku. ( halaman 149)

Rencananya tetap. Aku amat jarang berbicara dengan dia. Setelah tinggal satu bulan di negeriku, kami terbang ke Saigon. Anakku dan aku mengambil kapal yang menuju ke Perancis. Dan Charles mencium keningku untuk perpisahan.
“Aku akan berusaha sampai di Marseille untuk menjemputmu,” katanya.
Sebetulnya aku tidak perlu menjawab . tetapi kebutuhan untuk menyakiti hatinya mendorongku untuk mengatakan sesuatu.
“Seperti kau mau. Tanpa kau kami juga bias turun dari kapal dan sampai di tempat yang kami tuju.”
“Mengapa kau menjadi sejahat ini?” tanyanya.
Aku mencibirkan bibir dengan tiada sadar
“Ka tau benar aku tidak akan bepergian dengan perempuan lain, tidak akan menemui perempuan lain di India.”
Oh, jadi dia mengiraku cemburu!
“Aku tidak peduli apa yang kau kerjakan. Kau mau tidur dengan siapa pun, itu bukan lagi urusanku.”
Dia tertegun seperti hendak mengatakan sesuatu. Tapi aku menghindarinya. ( halaman 149)

Runtutan waktu – waktuku ku atur sebaik – baiknya. Pagi – pagi ku bawa anakku ke mamar bermain. Kemudian aku kembali ke kabin untuk mengerjakan cucian atau menggosok pakaian di ruang seterikaan yang ada di bagian belakang kapal. Sesudah itu aku biasanya duduk – duduk di geladak membaca buku, bercakap – cakap dengan penumpang lain, dengan Marianne, Tuan Haller yang semakin hari menjadi semakin perhatian, bermain kartu dengan Nyonya Bucler atau menulis surat. ( halaman 156)

Aku mendapat beberapa orang kawan yang baik pada hari ketiga di kapal. Penumpang – penumpang kulit putih kebanyakan berjemur di bawah panas matahari untuk mendapatkan warna kecoklatan seperti kulitku. Ini menjadi tontonan yang paling ku senangi. Tidak hentinya mereka mengejekku karena aku takut akan menjadi hitam. Kalau berjalan di ata geladak, aku mencari tempat – tempat yang lindung. Dengan serta merta mereka tertawa dan menarik – narikku ke bagian yang kena panas. ( halaman 156)

Keesokan harinya kapal sampai di Kolombo. Marianne dan keluarganya turun. Sebagian besar penumpang mencatatkan diri untuk menyertai tamasya yang diadakan oleh perusahaan kapal. Mereka mengunjungi pulau Sri Lanka, dan akan kembali ke pelabuhan keesokan harinya. Aku tidak turut dengan mereka, karena tidak ada yang menjaga anakku. ( halaman 163)

Pada malam hari ku lihat ruang makan lengang. Di sudut sebelah kiri hanya ada dua orang. Sedangkan di sebelah kana nada seorang wanita tua bangsa Swedia, dan aku seorang diri di mejaku. Nyonya Bucler juga telah turun untuk kemudia menemui anaknya di Kalkuta. Tuan Haller mengikuti rombongan tamasya. Di tengah ruang ku lihat keempat perwira lengkap. Komandan Muret tidak kelihatan. Aku biasa makan sendirian. Tetapi di kapal, itu adalah kali yang pertama. ( halaman 164)

Sesudah makan, aku menerima ajakan Nyonya bangsa Swedia untuk minum kopi bersama – sama. Percakapan dengan dia tidak mudah karena dia hanya mengerti bahasa inggris dan perancis sedikit – sedikit. Aku mengambil air sereh karena malam hari aku tidak suka minum kopi. Sebentar – sebentar mataku tidak dapat tertahan melayang ke meja panjang dimana di dekatnya terletak bar kapal. Dia bersama perwira – perwira lain minum kopi di sana. Setelah cangkirku kosong, aku mengucapkan selamat malam kepada kawan semejaku, lalu menuju ke salon untuk membaca buku sambil mendengarkan musik. Ku pilih tempat dudukku yang biasa, di sudut dari mana aku bisa melihat ke luar, jauh dari pintu masuk. Selintas – selintas ku lirik bayangan celana dan sepatu putih yang hilir mudik dari sebelah kaca. Perwira – perwira kapal sedang melakukan olah raga gerak jalan sesudah makan malam. ( halaman 164 )
Sementara aku tenggelam ke dalam cerita bukuku, ku dengar pintu terbuka suara:
“Seluruh kapal ini milik Anda, Nyonya.”
Aku menegakkan kepala. Ku lihat dia berjalan ke arahku sambil tersenyum.
“Mengapa?” hanya itulah yang dapat ku ucapkan.
“Karena Nyonya adalah satu – satunya penumpang sekarang.”
“Tadi ada lain – lainnya di kamar makan.”
“Mereka baru turun ke kota.”
Kami berpandangan seperti dua orang yang saling mengenal sejak berpuluh tahun; tanpa kekenesan, tanpa rabaan, baru kali itulah aku melihatnya baik – baik dari dekat. Dadaku tiba – tiba memanas.
“Apa yang anda baca?” katanya, dan diambilnya buku dari pangkuanku, lalu duduk di sampingku.
“Anda gemar sekali membaca,” nada suaranya tidak bertanya.
“Gemar sekali,” jawabku.
“Saya lihat Anda selalu menyendiri di pojok dengan sebuah buku.”
Aku menegakkan kepala untuk benar – benar menatapnya.
“Anda mengetahui benar kebiasaan saya.”
“Semuanya,” katanya, pada mukanya terbayang kegembiraannya karena dapat mengejutkanku. “Anda sering bersama – sama dengan seorang Nyonya yang berkulit cokelat. Dia turun di sini saya kira.”
“Ya, tadi pagi dia sudah turun.”
Sekali lagi ku perhatikan kepuasan perasaannya.
“Satu hal lagi. Anda adalah satu – satunya penumpang yang pernah menari dengan baik di kapal ini.”
Aku tersenyum. Kami bersama – sama tersenyum sambil berpandangan; wajahnya, matanya. Rambutnya kelam seperti malam, tersembunyi di bawah topi kerjanya. Kami kemudian berbicara mengenai buku – buku, musik, dan apa saja yabg singgah di pikiran pada waktu itu. Dia mengajakku naik ke kamarnya untuk mengambil buku yang telah dibacanya, yang dikiranya aku akan menyukainya. Kamarnya seperti kamar perwira – perwira lainnya terbagi dua bagian: kamar kerja dan kamar tidur. Aku duduk di kursi kamar kerjanya sebentar, lalu kami kembali turun ke salon.
“Anda juga mengikuti siaran – siaran musik klasik pada sore hari?” dia bertanya.
“Selalu.”
“Kalau anda mau melihat – lihat bagian bawah, besok pagi sesudah jam sepuluh saya antar.”
Aku berterima kasih atas janjinya. Lalu kami berpisah. Aku kembali ke kamarku. Hatiku dipenuhi rasa bahagia dan kerinduan yang berkecamuk tidak menentu. Aku mencintainya, bisikku seorang diri. Setiap ku tatap matanya, ku lihat ada sinar yang menyala dan menghanguskan seluruh kesadaranku. ( halaman 165)

Sehabis makan malam aku ke salon. Aku tahu dia akan datang, dan pengetahuan ini membikinku semakin tak sabar menantikannya. Dan sewaktu dia mengajakku naik ke tempatnya untuk mengambil buku lain, aku tahu bahwa aku seharusnya tidak menyetujuinya. Tetapi aku naik ke kamarnya. Ku lihat dia mengunci pintu dengan ketenangan yang kekal. Dia meletakkan kunci tersebut di depanku dan menatap wajahku. Untuk kesekian kalinya kami berpandangan. Dan begitulah. ( halaman 173)
“Aku telah mengkhianati suamiku,” seperti membutuhkan pengakuan, aku berkata perlahan.
“Ini yang pertama kalinya?”
Aku mengangguk.
“Kau menyesal?”
Benarkah aku menyesal? Aku tidak menyesalinya. Kebahagiaan yang baru ku kecap bersamanya belum pernah ku rasakan. Seolah baru sekali itulah aku benar – benar mengenal kedalaman arti hidup antara laki – laki dan perempuan.
“Aku tidak mengetahui namamu?” kataku kemudian. ( halaman 174)

Kami berpandangan, seolah hendak menerobos isi hati masing – masing.
“Kau lihat namaku di daftar penumpang. Panggillah aku Michel.
“Michel,” ulangku setengah berbisik.
“Dan kau, kau adalah penariku.”
Aku hendak menyebutkan namaku, tetapi dia meneruskan bicaranya.
“Ketika ku lihat kau menari, aku seperti seperti melihat sebuah boneka dalam mimpiku. Jauh sekali, tetapi terang dan keemasan. Aku boleh menyebutmu bonekaku yang mungil bukan?”
Aku tersenyum. Aku bahagia. ( halaman 175)

Di Marseille, Charles menunggu kami. Ketika dia secara kesopanan hendak mencium pipiku di geladak, aku hampir memalingkan mukaku. Yang ku temui adalah seorang laki – laki yang semakin menggendut perutnya. Keringatnya tajam berbau besi tua. Tangannya selalu bertengger dengan pongahnya di pinggang. Kalau berbicara jarinya mengacung ke depan hampir menyentuh hidungku. Aku dengan kecut mengundurkan diri satu atau dua langkah sambil menoleh untuk menyembunyikan rasa muak. ( halaman 181)
*****

BIOGRAFI PENGARANG
NH. Dini lahir pada tanggal 29 Februari 1936 di Semarang. Setelah tamat SMA bagian sastra ( 1956), mengikuti Kursus Pramugari Darat GIA Jakarta ( 1956), dan terakhir mengikuti Kursus B-I Jurusan Sejarah ( 1957). Tahun 1957-1960 bekerja di GIA Kemayoran, Jakarta. Setelah menikah dengan Yves Coffin, berturut – turut Ia bermukim di Jepang, Perancis, Amerika Serikat, dan sejak 1980 menetap di Jakarta dan Semarang.